Senin, 04 Januari 2010

Tuhan Sang Pemanggil

Banyak Yang Ia Panggil

Namun Sedikit Yang Menanggapi-Nya

Ajific

Boleh dikatakan panggilan itu indah, mengembirakan, membanggakan, baik untuk yang memilikinya maupun orang yang ada di sekitarnya.. Saat kaki melangkah ke depan altar, diiringi lagu penuh semangat dan daya dukungan mengema sampai mengetarkan hati. Tak jarang menetes pelan air mata terhanyut oleh syahdunya syair-syair indah yang mengalun dari bibir-bibir malaikat. Hadir saudara-saudari menatap penuh kebanggaan, senyumnya manis lebih manis dari sebelumnya, wajahnya ceria lebih indah dari sebelumnya. Dan hatipun mengucapkan tiga janji dengan kesadaran penuh damai. Namun siapa menyangka, dalam waktu yang sama di luar sana pakaian biara ada yang telah ditanggalkan. Begitu rapuh dan lemahnya niat itu bersemi, hingga pagi tumbuh dan siang telah layu dan terbakar api.

Kata orang penggilan itu misteri Ilahi, hanya hati yang terpanggil yang mampu menjawabnya. Dimanakah misterinya, tentu di dalam penghayatannya. Ada hati yang terpanggil yang memang dipanggil dengan tanda-tanda sejak kecil dan berakhir hingga tutup usia. Ada hati yang terpanggil karena berjalannya waktu yang mempertemukannya dengan Sang Pemanggil dan bertahan sampai akhir. Ada hati yang merasa terpanggil, maka ia pergi menuju sumber suara yang menurutnya menyebut namanya. Sesampai di depan rumah ia mulai mengetuk pintu, Tuan rumah membukakannya dan bertanya tentang sebuah nama yang jelas bukan dia yang Ia inginkan. Maka ia pergi dengan agak kecewa, namun ia tetap berusaha mencari kesempatan lain untuk berunding dengan Tuan rumah, dan mengutarakan bahwa ia benar-benar ingin menjadi hamban-Nya yang setia. Mendengar ungkapan tulus itu Tuan rumah masyul dan menerima hamba itu, karena banyak orang yang Ia panggil namun sedikit yang menanggapi-Nya dengan serius bahkan ada yang tidak mau mendengarkan suara-Nya. Ada pula hati yang terpanggil dan ia menanggapinya, namun seiring berjalannya waktu ia mulai goyah karena tak menemukan bayang-bayang yang ia cari dan juga tidak kunjung akrab dengan Sang Pemanggil, akhirnya menduakan niat ke pemanggil yang lain tentu dari dunia ini. Pada intinya hati itu telah dipanggil sebelum kejadiannya, namun karena kerapuhan dan kelemahan daging, panggilan itu tak sampai ke hati, namun ia terus menunggu kapan hati itu terbuka untuknya, karena Sang Pemanggil adalah setia.

Wahai hati yang terpanggil mari perjuangkan panggilan yang telah kita miliki. Tidakkah kau tahu, Iblis begitu licik dan kejam terus mencari celah kelemahanmu untuk mencuri panggilan itu. Iblis itu dalam kebusukannya telah menaruh iri padamu, karena kamu menjadi pewaris Kerajaan Surga. Panggilan tanpa perjuangan untuk terus mengembangkannya, memperkuat akar dan batang-batangnya adalah hidup yang tak layak dijalani. Bagaimana cara menumbuhkan dan mengembangkannya tentu tak jauh beda saat kita menanam cabe. Kita biasa menyemainya, menyiapkan lahan untuknya, kemudian menanamnya, menyirami dan memupuknya, namun tak punya kuasa sedikitpun dalam menumbuhkan daun-daunnya, meniup bunganya hingga mekar keluar, menentukan bakal buah mana yang harus gugur dan yang tetap bertahan dan mengecatnya dengan warna merah saat memasuki masa tua. Sebagai manusia kita hanya bisa mengusahakannya dengan cara-cara yang telah kita ketahui dari pengalaman maupun dari orang lain.

Untuk mendapatkan cara yang jitu tak ada yang lain dan bukan, hanya dari Sang Pemanggil sendiri, Dia adalah Tuhan. Menjalin komunikasi yang mesra dengan-Nya, menyisihkan waktu luang khusus untuk bercengkrama dengan-Nya, supaya diri ini memperoleh penghiburan dan kekuatan, tumbuh ikatan batin yang kuat dengan-Nya sehingga hati tidak mudah untuk meninggalkan-Nya sedetik pun. Karena sebenarnya bukan Ia yang meninggalkan saat kita mengalami kekeringan, kesulitan berat, kekosongan iman, namun hati sendiri yang terus menghindar dari Roh-Nya. Ia terus mendekat meski kita menjauh. Ia selalu setia dan penuh cinta. Jangan sekali-sekali merasa mampu berdiri sendiri, karena suatu saat Ia dapat mengambil kemampuan yang ia titipkan, dan kita akan jatuh terkulai seperti pohon kacang panjang dicabut rambatannya.

Engkaulah jiwa yang terpanggil, dan sepatutnyalah jika berjuang dalam panggilan. Berjuang sampai seperti yang telah dialami Sang Pemanggil, hingga tetes darah terakhir, hingga hembusan nafas terakhir. Sebelum ia memanggil Ia sendiri telah memberi teladan bagaimana menjalani sebuah panggilan. Semuanya tertulis rapi di Injil, dan tak jarang kita membacanya, mendengarkannya, namun masalahnya dapatkan tulisan mati itu menjadi sesuatu yang hidup dalam diri kita.

Kebijaksanaan

Bijak

Di Dunia ini ada banyak hal yang akan kau dengar, tapi jangan sekali-kali sepenuhnya percaya. Hanya satu yang pantas dipercaya yaitu KEBENARAN.

Tak sepantasnya aku membenci, ada Kristus dalam diriku.

Sebuah kata dari sang bijak akan mendamaikan dunia, sebuah kata dari si jahat mendatangkan neraka.

Kebijaksanaan terselip dalam hatimu, latihlah lidahmu untuk mengucapkan.

Kebijaksanaan itu bersanding dengan cinta.

Kebijaksanaan kadang bergerak namun kadang bersuara.

Sebuah kata akan tinggal tetap dihati yang pantas menjadi sarangnya.

Tidak semua orang di dunia ini berhati picik, ada salah satu dari seribu diantara mereka bijaksana.

Tak serumit yang aku pikirkan.

Jika ditanya, bagaimana cara membuat belalang, di benakku secara langsung akan muncul suatu pemikiran yang menyangkut teori-teori sel, sistim saraf, metabolisme tubuh, semuanya begitu rumit. Belum tentu jika ilmu itu mampu mendukung untuk menciptakan seekor belalang saja. Di dunia ini bermacam-macam jenis belalang hidup, tapi anehnya kenapa tak seorangpun mampu membuat seekor belalang. Apakah manusia memang tak punya bakat untuk membuat belalang yang begitu sederhana bahkan hewan ini sering dilupakan orang, jarang ada di pikiran manusia. Saat seseorang di kebun sering melihat belalang meloncat-loncat, terbang kesana-kemari, tak terhiraukan sama sekali. Apa sebenarnya yang dipikirkan manusia? Tak mampu membuat tapi hobi merusak, itulah manusia. Dari sini lama kelamaan manusia akan menjadi dewa perusak, berubah dari jati dirinya yang asli sebagai pencipta. Bukannya menyamai Allah, tapi manusia mendapatkan warisan kemampuan itu dari-Nya.

Kemana kemampuan itu selama ini, kenapa tak seorangpun manusia mampu menciptakan seekor serangga. Kemampuan itu tetap ada, menyatu di diri manusia, namun manusia belum menyentuhnya, belum melihatnya. Manusia sejatinya belum mengenali dirinya, terus bergumul dalam kelemahan dan derita, tak mampu melihat diri ke dalam.

Gigi Hilang

Apa Yang Kau Cari?

ajific

Musim kemarau ini cukup membuat cabe-cabe di kebun Mbah Yetka merangas. Pagi disirami, nanti sore sudah kering, demikian juga ketika sore disirami, besoknya sudah kering lagi dan daun-daun cabe layu. Sepertinya untuk menyirami kebun cabe ini perlu dua kali sehari pagi dan sore. Suatu sore saya di kebun cabe Mbah Yetka yang jaraknya beberapa meter dari rumah, hanya dibatasi tembok dan ada pintu untuk menuju kebun di tembok itu. Saya mulai menyirami, terlebih yang ada di pot, karena cabe-cabe itu layu sampai merunduk ke tanah. Air mengalir dari selang, seperti doaku pagi tadi, menyejukkan dan menguatkan aku di hari ini sehingga tidak layu.

Tak lama saya mendengar suara seperti ayam mengais-ngais, tapi saya sadar mustahil ada ayam di tempat ini karena kebun ini dikelilingi pagar tembok. Suara itu bersumber dari bak sampah besar yang masih di area kebun cabe. Sayapun mulai berpikir, jangan-jangan pemulung atau pencuri yang menyamar menjadi pemulung.

Dengan pelan saya mendekati tempat sampah dan menengok ke dalam. Seorang berbaju putih dengan muka panik sibuk mengais-ngais sampah dengan ranting di tangannya. Ia tersenyum pahit memandang saya. Keringatnya sebesar biji jagung bergelantungan di dahinya.

“Hee…! Cari apa?” kakak pertama melihat saya, dan tersenyum memperlihatkan ruang kosong di deretan gigi depannya.

“Nota!” Katanya serentak. “ Notaku satu bendel hilang. Pasti dibuang Noto. Padahal sudah saya ingatkan jangan sembarangan membuang secarik kertaspun dari kamar saya, tapi tetap saja.” Jawab kakak pertama dengan cuek dan meyakinkan. Ia terus mengais-ngais dengan serius. Debu bekas pembakaran mengepul seperti lebah terusik dari sarangnya.

“Kalaupun dibuang pasti sudah dibakar tukang sampah, ia terlalu rajin sepertinya.” Sela saya, kemudian pergi menyirami cabe lagi. Hari makin gelap dan malam pun tiba.

Di meja makan ketika makam malam, kakak ke dua ngobrol dengan kakak pertama, “Bagaimana, gigimu sudah ketemu belum?”

“Sudah. Sudah!” Jawab kakak pertama tersenyum malu. “Malah sampai saya cari di tempat sampah segala, eh… setelah saya cari di dapur ternyata masih di sana, terbungkus tissue. Awalnya kan saya cuci di dapur.

“Untung belum digondol anjing.” Sahut kakak yang lain. Mendengar itu, semua tertawa terpingkal-pingkal. He he he ha ha ha hu hu hu!

Saya sendiri langsung teringat kejadian di tempat sampah sore tadi.

“Katanya mencari nota, ternyata mencari gigi tho.” Kata ku sambil tertawa kecil.

“Haa…yang benar?”teriak kakak ke dua.

“Iya!” jawabku serius. “Tadi sore ketika saya menyirami cabe, kakak pertama di bak sampah itu. Saya Tanya, cari apa?, Ia menjawab katanya cari nota satu bendelnya yang hilang.”

Spontan saja semua makhluk di sekitar meja makan itu tertawa terbahak-bahak.Ha..ha…ha…ha… Namun anehnya Kakak pertama juga ikut tertawa memperlihatkan ruang kosong di deretan gigi depannya yang sudah tertutup lagi.

Ketika Tuhan bertanya pada kita, “Apa yang kau cari?” dan kita menyembunyikan maksud dan tujuan yang sebenarnya di balik jawaban yang indah dan putihnya jubah, saat itu juga Dia tersenyum penuh belas kasih, karena sebenarnya Ia tahu. Namun Tuhan akan terus mengetuk hati kita, menawarkan sesuatu di atas yang paling indah dan paling bernilai. Ia akan mengajak kita datang ke rumah-Nya untuk melihat, merasakan, mencoba, hingga kita berubah pikiran dan memilih Dia. Namun saat kita benar-benar mencari Dia, kemana harus mencari?

FIC Reuni 2009


Hari Sabtu, 26 Desember 2009, Reuni FIC yang diadakan di Aula SMA PL Don Bosko dimulai, tepatnya pukul 17.00 WIB. Acara diawali dengan sambutan oleh ketua panitia Reuni, Br. Gregorius Bambang Nugroho. Ia pertama-tama mengucapkan selamat datang dan selamat Natal kepada para bruder, kemudian menjelaskan tentang tema reuni kali ini yaitu “Bersyukur Atas Anugrah Allah” yang dikemas dalam nuansa rekoleksi. Reuni diadakan sesederhana mungkin mengingat di tahun Yubileum ini segala perayaan kita fokuskan pada penutupan tahun Yubileum pada tanggal 21 November 2010 nanti.

Adapun para pestawan yang datang. Untuk pestawan 12,5 tahun hidup bakti hadir; Br. Agus Sekti, Br. Hardiyanto, dan Br. Simon Andrus, sedangkan Br. Wahyu Bintarto tidak datang karena ada acara yang tidak dapat ditinggalkan di Ketapang. Pestawan 25 tahun hidup bakti hadir; Br. Anton Karyadi, Br. Heribertus Irianto, dan Br. Theodorus Suwariyanto. Pestawan 50 tahun hidup bakti, Br. Salvinus Rohmadsupani berhalangan hadir karena faktor jarak tempuh yang jauh yaitu Sorong dan Semarang. Doa selebrasi pembukaan reuni dipimpin oleh Br. Robertus Koencoro. Doa pembukaan selesai pukul 19.00 dan dilanjutkan makan bersama di Bruderan Candi.

Acara yang ditunggu-tunggu yaitu pementasan drama perjalanan lima Bruder Misionaris Belanda yang pertama dimulai pukul 20.00 di aula SMA Don Bosko. Drama ini dimainkan oleh para Frater Novis Kanonik dan Frater Postulan dengan dibantu tiga siswi SMA Van Lith sebagai penari latar. Mereka bermain dengan baik dan sangat memukau. Ini semua hasil kerjasama yang baik antara para para frater beserta pendampingnya dengan guru teater SMU Van Lith yaitu Bapak Anton Ys. Taufan Putra. Dialah yang melatih para frater sehingga menghasilkan buah karya yang patut dibanggakan. Drama selesai sekitar pukul 22.00 kemudian acara dilanjutkan dengan kegiatan bebas. Di aula diputar film sedangkan di garasi Wisma Bernardus tersedia Mie Jowo yang hangat mengoda. Para bruder menikmati itu semua sampai ngantuk menyerang dan akhirnya kembali ke kamar untuk istirahat.

Hari berikutnya, pagi-pagi benar pukul 06.00 di aula SMA Don Bosko para bruder berolah raga yoga yang dipimpin Br. Anton Sumardi. Kebanyakan para frater dan bruder muda yang mengikuti olah raga itu. Setelah tubuh disegarkan dengan yoga dan mandi, dilanjutkan makan pagi bersama di Bruderan Candi sebagai persiapan mengikuti acara sharing dari para suster CB pukul 08.00 nanti. Acara sharing pun dimulai. Para bruder hadir di aula menempati kursi-kursi yang telah tersedia. Di depan dua suster CB sudah siap membagikan pengalaman perjalanan kongregasi CB dalam menemukan spiritualitas. Mereka adalah Suster Theresia dan Suster Rosalima. Mengawali sharingnya Suster Theresia berpesan agar para bruder tidak menyebarkan apa yang akan di sharekan nanti, karena ini merupakan hal privasi. Maka semua hal yang diungkapkan ke dua suster itu tidak tertulis di sini. Acara sharing berjalan dengan baik. Para bruder dapat berefleksi kembali dalam menemukan spiritualitas FIC.

Selanjutnya diselenggarakan misa syukur yang dipimpin Rm. Hartono, MSF. Dengan cepat panggung diseluap menjadi altar oleh para bruder. Misa berjalan dengan tenang dan hikmat. Diakhir acara sebelum ditutup dengan makan bersama, Br. Anton Karyadi selaku provinsial FIC Indonesia mengungkapkan beberapa patah kata untuk hadirin. Antara lain mengucapkan terima kasih atas kerelaan Suster Theresia dan Suster Rosalima yang telah bersedia membagikan pengalaman Kongregasi Suster-Suster Cintakasih CB dalam menemukan spiritualitas. Berikutnya menanggapi drama perjalanan lima misionaris pertama dari Belanda yang dipentaskan para Frater. Drama ini membanggakan dan menggugah semangat merasul para bruder. Penampilan para Frater yang sangat menghayati perannya memberi gambaran akan masa depan kongregasi yang cerah.